A. Teater Tradisional
Teater yang berkembang dikalangan
rakyat disebut teater tradisional, sebagai lawan dari teater modern dan
kontemporer. Teater tradisional tanpa naskah (bersifat improvisasi). Sifatnya
supel, artinya dipentaskan disembarang tampat. Jenis ini masih hidup dan
berkembang didearah – daerah di seluruh Indonesia . Yang disebut teater
tradisional itu, oleh Kasim Ahmad diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu
sebagai berikut (1981: 113-131).
1. Teater
Rakyat
Sifat teater
rakyat seperti halnya teater tradisional, yaitu improvisasi sederhana, spontan
dan menyatu dengan kehidupan rakyat. Contoh – contoh teater rakyat adalah
sebagai berikut:
a. Makyong dan
Mendu di daerah Riau dan Kalimantan Barat.
b. Randai dan
Bakaba di Sumatera Barat.
c. Mamanda dan
Berpandung di Kalimantan Selatan.
d. Arja, Topeng
Prembon, dan Cepung di Bali.
e. Ubrug,
Banjet, Longser, Topeng Cirebon, Tarling, dan Ketuk Tilu dari Jawa Barat.
f. Ketroprak,
Srandul, Jemblung, Gataloco di Jawa Tengah.
g. Kentrung,
Ludruk, Ketroprak, Topeng Dalang, Reyong, dan Jemblung di Jawa Timur (Reyong
yang biasanya hanya tarian itu ternyata sering berteater juga).
h. Cekepung di
Lombok.
i.
Dermuluk disematera Selatan dan Sinlirik di Sulawesi
Selatan.
j.
Lenong, Blantek, dan Topeng Betawi di Jakarta dan
sebagainya.
k. Randai di
Sumatera Barat.
2. Teater
Klasik
Sifat teater
ini sudah mapan, artinya segala sesuatunya sudah teratur, dengan cerita, pelaku
yang terlatih, gedung pertunjukan yang memandai dan tidak lagi menyatu dengan
kehidupan rakyat (penontonnya). Lahirnya jenis teater ini dari pusat kerjaan.
Sifat feodalistik tampak dalam jenis teater ini. Contoh – contohnya: Wayang
Kulit, Wayang Orang, dan Wayang Golek. Ceritanya statis, tetapi memilki daya
tarik berkat kreativitas dalang atau pelaku teater tersebut dalam menghidupakan
lakon. Diantaranya ialah:
a.
Teater Transisi
Teater
transisi merupakan teater yang bersumber dari teater tradisional, tetapi gaya
penajiannya sudah dipengaruhi oleh teater Barat. Jenis teater seperti Komidi
Stambul, Sandiwara Dardanela, Sandiwara Srimulat, dan sebagainya merupakan
contoh teater transisi. Dalam Srimulat sebagai contoh, pola ceritanya sama
dengan Ludruk atau Ketoprak, tetapi jenis ceritanya diambil dari dunia modern.
Musik, dekor, dan property lain menggunakan teknik Barat.
b. Abdul Muluk
Grup teater
ini merupakan awal grup teater yang meninggalakan ciri – ciri tradisional,
misalnya sebagai berikut.
1) Tidak lagi
bersifat improvisasi, tetapi naskah sudah mulai membagi peran.
2) Tidak lagi
mengandalkan segi tari dan lagu.
3) Struktur lakonnya
tidak lagi statis, tetapi disesuaikan dengan perkembangan lakon atau cerita
sastra.
c. Komedi
Stambul
Lahir pada
tahun 1891 dan didirikan oleh August Mahieu. Menampilkan lagu-lagu Melayu, maka
komedi stambul disebut pula opera Melayu. Cerita yang ditunjukan sudah
merupakan cerita yang bervariasi, seperti: “ 1001 Malam”, “ Nyai Dasima”, “Oey
Tam Bah Sia”, “ Si Conat”, “Halmet”, “Saudager Venesia”, “Penganten Di Sorga”,
“De Roos Van Serang”, “Annie Van Mendut”, “Lily van Cikampek”, dan sebagainya.
d. Dardanella
Didirikan
oleh Willy Klimanoff yang kemudian mengganti namanya dengan A. Piedro. Tanggal
21 juni 1926 didirikan The Malay Opera Dardanella. Dalam teater ini, tidak lagi
ada nyanyian. Lakon – lakon diambil dari Indische Roman. Pemain yang masih
dikenal hingga kini, misalnya: Tan Ceng Bok, Devi Ja, Fifi Young, Pak Kuncung,
dan sebagainya. Cerita yang dipentaskan dapat diklasifikasi menjadi empat macam,
yaitu sebagai berikut.
1) Cerita dari
kisah 1001 Malam (misal:”Ali Baba”, “Aladin”, “Nur Cahaya”, “Abu Hasan”, “Nur
Tuhan”, dan sebagainya),
2) Cerita dari
film popular saat itu (missal:”The Merry Widow”, “The Three Musketeer”,
“Zorro”, “The Son Of Zorro”, “Two Lovers”, “Dougles Fairbank”, dn sebagainya),
3) Cerita lama
yang terkenal (misal: “Roses Of Zorro”, “Vera”, “Graff de Monte Cristo”),
4) Cerita yang
tergolong Indische Roman (misal: “De Ross van Serang”, “Perantaian 99”, “Annie
van Mendut”, “Lily van Cikampek”, dan sebagainya).
e. Maya
Timbulnya
teater Maya dipengaruhi oleh saudagar-saudagar Cina yang gemar akan teater.
Maya dipimpin oleh Usmar Ismail. Bersama itu, muncul pula Cahaya Timur yang
dipimpin Anjar Asmara. Berkat pengaruh pendidikan barat, banyak karya asli yang
dihasilkan. Maya banyak mementaskan karya-karya pengarang Indonesia . Hal ini
juga berkat kemajuan dokumentasi Pusat Kebudayaan Jepang di Indonesia saat itu
(Keimin Bunka Sidosho). Di samping hal tersebut, tampaknya peran sutradara
sudah sangat penting. Naskah – naskah mengambil dari bumi Indonesia , meskipun
masih meneladan pentas dunia Barat.
f. Cine Drama
Institut
Lahir di
Yogya tahun 1948 dan merupakan embrio bagi ASDRAFI (Akademi Seni Drama dan
Film) dengan pusatnya di Yogyakarta . Banyak tokoh Yogyakarta yang
mengembangkan teater seperti Kirdjomuljo, Rendra, Soebagio Sastrowardojo,
Dokter Hoejoeng, Harymawan, Sri Moertono, dan sebagainya. Pantas dicatat pula,
bahwa di Bogor juga bangkit kegiatan teater sekitar tahun 1950-an dengan
teaternya bernama Teater Bogor. Di Surabaya juga muncul binatang Surabaya Film
Co, sedangkan di Jakarta muncul Akademi Teater Nasional Indonesia (1955) yang
seperti halnya ASDRAFI banyak melahirkan tokoh-tokoh teater masa kini. Kemudian
muncul pula studi Grup Drama Yogya Pimpinan Rendra, Federasi Teater Kota Bogor
pimpinan Taufiq Ismail, Himpunan Seniman Budayawan Islam pimpinan Junan Helmy
Nasution dan Taeter Muslim di Yogya Dipimpin oleh Muhamad Diponogoro.
B. Zaman kemajuan teater Indonesia
Sejak tahun 1968, yaitu Rendra
pulang dari Amerika dan mendirikan Bengkel Teater di Yogya, maka mulailah zaman
kemajuan dunia teater. Berdirinya Taman Ismail Marzuki sebagai ajang
kreativitas para seniman (termasuk juga dramawan), kiranya menambah kemajuan
dunia teater. Jika Yogya adalah tempat penggembelang para calon dramawan, maka
Jakarta adalah tempat di mana mereka berlaga. Tidak bisa dipungkiri, dalam hal
demikian, peranan Taman Ismail Marzuki tidak sedikit. Banyak dramawan diwisuda
melalui pementasan rutin disana.
Kemudian bermunculan pula
kelompok-kelompok teater, diantaranya:
1.
Bengkel Teater Rendra.
Grup teater ini didirikan Rendra
dikampung ketanggunan Yogyakarta , pada tahun 1968. Pementasan – pementasan
drama yang melakukan selalu mendapatkan sambutan hangat dari penonton.
Pementasannya seolah menjadi peta teater ditanah air. Ia seorang dramawan
besar. Kebesarannya terbukti dengan penghargaan dari pemerintah berupa anugerah
seni tahun 1975. ia juga mendapatkan hadiah dari Dewan Kesenian Jakarta,
kesenian Jakarta , Karena lima tahun berturut-turut telah membina drama.
Kelebihan – kelebihan teater Rendra
yang sulit dimiliki teater lainya, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.
Popularitas Rendra, ia sebagai sutradara yang baik,
penyiar, aktor, dan juga penyusun naskah drama.
b.
Penyutradaraan yang baik. Sebagai sutradara, Rendra
dipandang sebagai salah seorang dari beberapa gelintir sutradara terbaik negeri
ini.
c.
Daya kreativitas Rendra cukup tinggi ia tidak
menggunakan konsep yang statis dalam penyutradaraan. Pada setiap pementasan ada
unsur baru.
d.
Rendra adalah aktor yang baik. Dalam setiap
pementasan, Rendra selalu ikut main dan bahkan menjadi pelaku utama.
e.
Memilih naskah yang bermutu. Rendra sendiri pandai
menerjemahkan naskah drama dari bahasa asing, maka ia dapat memilih naskah yang
bermutu.
2.
Teater Populer
Nama besar lain dalam dunia
penyutradaraan teater, adalah Teguh Karya, dengna kelompoknya yang bernama
Teater Populer HI, karena secara rutin berpentas di Hotel Indonesia, kemudian
disebut Teater Populer saja. Kubunya menghasilkan nama-nama besar dalam dunia
Teater dan film. Pemborong-pemborong piala citra, banyak dihasilkan dari kelompok
teater popular ini. Kita kenal: Slamet Rahardjo, El Malik, Christine Hakim, N.
Riantiarno, Sayanglah bahwa akhir-akhir ini teaternya teguh Karya lebih
berorientasi ke film, sehingga pementasan teaternya yang sring dijadikan tolok
ukur peta kemajuan teater Indonesia tidak depat kita lihat.
3.
Teater Kecil
Pada masa kejayaannya, di Indonesia
pernah terdapat tiga grup teater yang besar, yaitu: Bengkel Teater, Teater
Populer, dan Teater kecil. Teater Kecil dipimpin oleh Arifin C. Noer. Melebihin
kedua tokoh lainnya, Arifin adalah penulis naskah yang produktif. Naskahnya
dipandang memiliki warna Indonesia . Penulis dari cirebon ini, sering memasukan
unsur kesenian daerahnya keadalam teater yang ditulis/ dipentaskannya.
4.
Teater Koma
Teater berwibawa yang akhir-akhir
ini belum terjun kedunia film dalam arti sepenuhnya adalah Teater Koma yang
dipimpin oleh Nano Riantiarno. Ia adalah penulis naskah drama yang kuat, dan
sutradara yang potensial setelah surutnya generasi Teguh Karya, Arifin, dan
“Opera Ikan Asin” dan “Opera Kecoa”, yang berbicara tentang rakyat jelatan.
5.
Teater Mandiri
Hampir seluruh pementasan Teater
Mandiri adalah karya pimpinannya sendiri, yaitu putu Widjaya. Darmawan dari
Bali yang juga sarjana hokum dari Universitas Gadjah Mada, serta bekas anak buah
Rendra ini termasuk penulis drama ulung. Drama-dramanya yang akhir-akhir ini
banyak kali ditulis dan dipentaskan mendapat warna kuat dari “Menunggu Godot”
yang pernah dipentaskan bersama Rendra di Bengkel Teater, yaitu kisah penantian
terhadap datangnya suatu kebahagiaan yang selalu tercipta.
6.
Bengkel Muda Surabaya
Grup teater pimpinan Akudiat dari
Surabaya ini terkenal karena rombongan kentrungnya. Drama kentrung Akudiat
tersebut hanyalah dalam arti adanya iringan kentrung dalam pementasannya.
Lakonya menggingatkan kita pada bentuk Seniaman Sintingnya Majuki.
7.
Teater Lain
Disamping teater – teater yang sudah
disebutkan didepan, banyak teater lainya yang disebut tangguh dan menyemarakkan
dunia drama di Indonesia akhir-akhir ini, antara lain: Teater Keliling (pimpinan
Rudolf Puspa dan Derry Sirna); Teater Dinasti (pimpinan Emha Ainun Najib);
Study Teater Bandung (pimpinan Suyatna Anirun); Teater Padang (pimpinan Wirsan
Hadi); Teater Dewan Keseniana Ujung padang (pimpinan Rahmat Age), dan
sebagainya.
C. Kecendrungan Mutakhir
Ada beberapa kecendrungan Mutakhir
drama di Indonesia , yaitu: Drama Eksperimental seperti karya Rendra berikut
ini:
1.
Drama Non-Konvensional, seperti karya Akhdiat dan Putu
Widjaya.
2.
Drama Absurd, seperti karya-karya Iwan Simatupang dan
Arifin C. Noer.
3.
Eksistensialisme, seperti karya-karya Iwan Simatupang,
Arifin C. Noer, dan Putu Widjaya.
4.
Kehidupan Gelandangan, seperti karya Iwan Simatupang
dan Arifin C. Noer.
5.
Teater Lingkungan dan Warna Daerah, seperti
karyaAkhudiat yang memadukan teater modern denga kentrung (Bengkel Muda
Surabaya); Wirsan Hadi yang mengetegahkan ciri dari teater tradisional
Minangkabau; Teater Jeprik Yogya yang memasukkan tarian ketropak dan gamelan
Jawa Dalam teater lingkungan yang diekspresikan.
Kritik
sosial, baik yang keras (seperti karya-karya Rendra). Ataupun yang halus
(seperti karya-karya N. Riantiano akhir-akhir ini). Berikut beberapa tokoh
drama Indonesia yang memiliki muatan kritik sosial dalam setiap karyanya baik
kritik sosial yang keras maupun halus:
1.
W. S. Rendra
Sudah sejak sebelum studi di
American Academy of Dramatical Art (AADA), rendra sudah menunjukan potensinya
yang besar dalam dunia teater (drama). Sepulangnya dari Amerika Serikat pada
tahun 1967, potensinya dalam bidang teater lebih mantap Sekitar tahun 1968
didirikanya “Bengkel Teater” yang secara berturut-turut dan terus-menerus menghasilkan
drama-drama bermutu.
2.
Arifin C. Noer
Dari Arifin C. Noer kita memperoleh
dua lakon yang mewakili ciri-ciri kemutakhiran, yaitu “Mega-mega” dan
“Kapai-kapai”. Kedua drama ini berbicara tentang orang-orang terpencil,
tersisa, atau orang papa. Akan tetapi keduanya juga berbicara tentang harapan.
Bahwa dia dalam kehidupan yang papa, manusia selalu mempunyai harapan, yang
datangnya dari kekuasaan di atas manusia.
3.
Iwan Simatupang
Puncak absurditas kehidupan dan
filsafat eksistensialisme dalam drama kiranya dapat kita hayati lewat drama
Iwan Simatupang yang berjudul “ Taman ”. Tokoh-tokoh dalam drama “ Taman ”
adalah manusia – manusia yang mencoba menyadari eksistensimya. Justru dengan
kesadaran itu, mereka merasa bahwa kehidupan ini absurd. OT dan LSB menunjukan
perdebatan konyol untuk membuktikan bahwa orang itu memiliki eksistensi yang
berbeda. Demikian juga perjumpaan antara PB dengan wanita telah menghasilkan
konflik karena mereka masing-masing menyadari eksistensinya.
4.
Putu Widjaya
Putu Widjaya banyak mengadakan
eksperimen dengan tokoh-tokoh drama yang tidak menunjukan identitas individual.
Drama-dramanya disamping dengan tokoh-tokoh yang non-konvensional juga
menunjukan sifat abstrak (sukar dipahami). Judul-judul dramanya begitu singkat.
Misalnya: “Bom”, “Tai”, “Aduh”, “Sssst”, “Gress”, dan sebagainya. Drama-drama
pintu oleh Goenawan Moehammad dinyatakan sebagai drama yang tumbuh dari
penggalaman yang konkrit, artinya dalam menulis lakon-lakon itu, Putu membekali
dirinya dengan pengalaman.
5.
Akhudiat (Parodi dan Kentrung)
Warna daerah dihidupkan kembali
lewat tangan Akhudiat dalam dramanya “Joko Tarub”. Sifat kedaerahan Joko tarub
diberi bumbu penyedap supaya cocok dengan selerah masa kini. Atavisme yang
muncul diberi warna baru, sehingga terjadi dekontruksionisme terhadap
tokoh-tokohnya. Joko tarub dan Nawang Wulan tidak seperti yang digambarkan
dalam mitos-mitos lama di jawa. Kecendrungan semacam itu kiranya banyak muncul
pada dekade terakhir perkembangan drama di Indonesia.
6.
Riantiarno: Penampilan Kehidupan Kumuh
Di depan penulis sering kali
menyebut-nyebut nama Riantiarno sebagai dermawan besar saat ini. Ia banyak
menyebutkan kehidupan kumuh. Bukan kehidupan orang gelandangan seperti
karya-karya Arifin C. Noer, akan tetapi kehidupan rakyat jembel dengan
problemanya dan Riantiarno mencoba menjawab problem ini. Tanpa malu-malu (dan
ini dapat disebut kebangkitan teater Indonesia modern), Nano melukiskan
kehidupan homoseksual dikota metropolitan antara Roima dengan Yulimi.
Kritik Sosial. Baik karya Rendra,
Arifin, Putu, maupun Riantiarno sebenarnya menampilkan kritik sosial. Hanya
saja cara mereka menyampaikan kritik itu berbeda-beda. Akan tetapi cara
memandang realitas adalah sama. Mereka berpandangan bahwa dalam masyarakat
masih ada kepincangan. Ketidakadilan, penghisapan manusia atas manusia
penyelewengan dari mereka yang harusnya menegakkan hukum dan keadilan, dan
sebagainya. Dengan menggunakan gaya , simbol, dan bahasa mereka yang khas,
mereka mengiginkan agar kita semua menjadi sadar akan kekurangan-kekurangan
itu, dan kalau dapat berusaha turut memperbaikinya. Bukankah karya seni
merupakan kekuatan moral?
Jika tadinya para drawaman
senantiasa berkiblat berkiblat ke barat, maka pada periode mutakhir ini mereka
mencoba mengadakan eksperimen sendiri. Meskipun bentuk eksperimennya masih
kurang berani karena takut dicap kembali kesifat tradisional, akan tetapi kita
harus mengakui bahwa bentuk-bentuk eksperimen itu menunjukan kreativitas
mereka.
Eksperimen yang cendrung berkembang
adalah perpaduan antara teater modern dengan teater tradisional (seperti yang
dikemukakan Akhudiat), dan juga bentuk teater abstrak. Sebenarnya hal ini perlu
koreksi lagi. Sebelum mengadakan eksperimen dan membuat yang abstrak, perlu
dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan membuat bentuk drama yang biasa.
Teater September dibawah pimpinan
Ali Shahab menunjukan suatu kecendrungan dari dalam dunia teater, yaitu
masuknya unsur teknologi mutakhir dalam penggarapan drama, khususnya drama
televise. Cerita yang hidup dikalangan rakyat digarap secara lebih modern,
dengan teknik pemotretan yang cukup mutakhir, mengahsilkan suatu tontonan drama
yang menarik. Dalam hal ini, teater September memadukan unsur dramaturgi dengan
teknologi bidang elektronik. Dengan eksperimen-eksperimennya, Ali Shahab
mencoba menjadikan teater sebagai tontonan yang memikat, menarik dan enak
ditonton, bukannya tontonan yang sarat dengan filsafat dan pikiran muluk-muluk.
Di berbagai kota, banyak darmawan muda yang masih
memiliki idealisme tinggi meneruskan kegiatan berteater meskipun secara
financial tidak menjanjikan perbaikan nasib di surakarta, kehidupan taman
Budaya Surakarta (TBS) dimotori oleh dramawan –dramawan musa seperti
Hanindrawan, Sosiawan Leak, dan dramawan-dramawan muda dari 9 fakultas di UNS,
serta dari perguruan tinggi lain di Surakarta.
Oleh: Dafikurrahman Mashor
Lahir di Sumenep,11 Juli 1992
kunjungan si sore hari nih gan lagi nyari info dan kebetulan saya singgah kesini
BalasHapuszin simak aja dech yupz
TERIMA KASIH ARTIKEL ANDA MEMBANTU SAYA
BalasHapus