Selasa, 15 Mei 2012

Antologi Puisi Harian Sunyi (Bab 3)


Panorama Biara

Sejenaka aku tertekun dalam biara sunyi
Memandang keindahan kebun sorban
Melilit air kesucian

Kembang-kembanag mewangi menyelinap menyapa sukma
Lantaran sumpah serapah terucap dari mulut si bayi kecil

Aku neraka, meraka adalah surga

Malang_ Rabu, 04 April 2012


Tropong Sumekar

Memandang jauh ke arah timur
Adalah rumahku yang mungil
Berwarna kerontang
Anak-anak dewa lahir di rumah itu
Sebelum setan juga melahirkan seorang bayi kecil bernama iblis
Penggangu jalan setapak untuk mandi dan sekedar makan

Tanpa sadar rumah kita hancur beberapa tahun yang lalu

Malang_ Rabu, 04 April 2012


Perkenankon Sore Ini Aku Memjemputmu
Di Stasiun Pemberangkatan.

Lawat waktu asyar
Burung-burung hinggap di atap gedung dan antena
Menyambut bidadari tiba bersama mega.
Semenjak awan gelap menghapus debu di masa silam.

Bangsa bergegas menghias Indonesia
Dalam pesta jamuan sang utusan langit

Sebab Indonesia masih serpihan surga.

Malang_ Rabu, 04 April 2012


Paradoks Sempurna

Anjing-anjing gereja menggonggong menghias malam
Dalam kesunyian hayati sang bayi kecil
Yang hidup diantara rumah kardus beratap koran
Disebelahnya, bangunan marmer simpul menertawakannya
Paradoks yang wibawah

Malang_ Rabu, 04 April 2012


Akhir Pencarian
Hidup Di Masa Silam
Tradisi Kebahagiaan

Manik-manik sampur
melilit dalam tembang senom sang gelandang
Memecah angin masa dengan layar si pagi buta

Suara bertalu diantara gamelan hakikat suci
Laki-laki bahagia sang istri juga menanti.

Malang_ Rabu, 04 April 2012


Nol

Menghitung angka jemari selalu kurang
Tak terbatas pada waktu kesendirian
Karena hidup tak lebih dari angka-angka

Tak ada angka.
Ya. Tak bisa.

Malang_ Rabu, 04 April 2012


Satu Jalan

Setelah sungai kau cemari
Dan hutan tergunduli
Aku ingin tanya padamu
Kebahagian apa yang kau dapati
Bukankah kita hidup dalam satu jalan.
Jalan setapak suci
Bukan tampak birahi.

Malang_ Rabu, 04 April 2012


Tak Ada Pujangga Yang Hidup

Menulis sajak kematian sang pujangga
Di altar persembahan terakhir
Manusia-manusia hina.
Tak ada orang sudi mengiringi peniduran terakhir
Apalagi mengisi pundi-pundi untuk duka cita
Dan sedikit berbagi senyum atas keluarganya

Sejenak kita tertegun
Dalam kebanggaan mereka
Serasa ada yang genap untuk kehidupan.
Tanpanya ada katanya.

Malang_ Rabu, 04 April 2012 


Tak Ada Kematian Untuk Sang Pujangga

Memeluk ombak ditepian pantai
Mengejar dahaga hilang
Ditelan masa.
Sejak kematian sang pujangga
Pada anasir-anasir mimpi.

Dan kita mesti harus katakan
Pada malam yang seutuhnya
Bahwa sang pujangga tidak akan mati sepanjang hayati
Sebelum bidadari penjemputnya dalam hidup yang hajiki

Malang_ Rabu, 04 April 2012


Nanang

Terus saja kau berlari mengejar bulan
Sebelum dia kembali keperaduannya
Dan bahasakanlah kesunyian
Bila engkau melihat bulan berpelukan dengan mentari
Itulah artinya engkau yang tau sendiri

Malang_ Rabu, 04 April 2012


Masa Silam
Semangat Baru

Belahan pada selangkangan angin berwarna kembang seruni
Menafsirkan jumpa sang kekasih yang ditinggal
Karena berlayar jauh kearah utara
Menggapai gelap yang hilang ditelan gulungan ombak
Sang kekasih diam menanti
Anak-anak berlari mengejar pelangi di pagi hari

Tampak, sebuah pesona harum pedesaan yang kurasakan jauh di malang
Menggenggam diam dalam tangis lagu kecil
Sorak sorai mengguncang semangat baru
Demi hari esok.

Malang_ Rabu, 04 April 2012 


Manusia Makan Saudranya

Kumbang di taman menghirup bunga-bunga

Malang_ Rabu, 04 April 2012


Izinkan Aku Menghias Pagi

Jumpalitan dalam setiap dekapan terputih
Burung gagak memecah kenistaan
Sang dewi menangis setiap waktu
Lantaran hujan pagi
Mengheningkan seribu cipta

Ola mampa-ola mampu ...
Nyanyian ulat batu
Bising ditelinga
Menyimpulkan makna ragawi

Senyam-senyum sang dawa sungai
Air mengalir jatuh ke hilir
Tercipta laut muara
Kita bahagia bersama.

Asoy... nyanyian cinta dibukit senja
Melupakan sejenak rasa
Karena sajak adalah cita
Kita semua pasti bisa.

Malang, Rabu, 04 April 2012


Tengger Menanti

Menatap jari jemari
yang hilang ditelan waktu
Meruap sketsa pagi
burung berkicau
tanda tak sunyi

Aku berlari mengejar pelangi
Semakin lama berubah bintang
Tinggi nan elok bila dipandang

Air mata mengalir tak ada yang tau
Dalam penjara kerangkeng besi
Aku sendiri ingin melihat mentari
Menaiki kasta sejati

Malang_ Rabu, 04 April 2012 


Pada Penguasi Negeri

Menghapus jejak kematian semut api
Di belantara kebun hati

Malang_ Rabu, 04 April 2012


Melupaka Senyum Dini Hari
Tak Segampang Menghapus duli

Seuntai kata
Masih terngiang dalam sanubari
Saksikan malam sededak kopi

Perempuan dini hari
Memaksaku berlari
Demi sayap terputih
Dan angka-angka birahi

Malang_ Rabu, 04 April 2012
* Duli  - kotoran


Namanya Ikhlas

Katakan saja mutiara terlahir dari mulutnya
Semenjak hutan belukar menyapa raga.
Dia terlahir sebagai pendusta
Terbawa angin kemana-mana

Malang_ Rabu, 04 April 2012


Tirakat

Menghapus sejenak malam ini
Untuk tafakur heningkan diri
Dalam buayan warna gelap
Hingga aku bersatu dan matahari

Malang_ Rabu, 04 April 2012


Indonesia Kita Telah merdeka

Angka kematian
Berkaki emas
Seorang pahlawan gugur tertimbun tanah
Berjuang demi kita.

Malang_ Rabu, 04 April 2012


Tamsil Buayan Ijajil

Jingga matamu menemuiku
Dengan tanduk saparuh patah
Badanmu gemuk serasa badak
Memujiku dalam kemenangan
Aku bangga mengikutimu.

Hingga api menjalar di tubuhku.

Malang_ Rabu, 04 April 2012


Oleh: Dafikurrahman Mashor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar