Panorama
Biara
Sejenaka aku tertekun dalam biara sunyi
Memandang keindahan kebun sorban
Melilit air kesucian
Kembang-kembanag mewangi menyelinap menyapa sukma
Lantaran sumpah serapah terucap dari mulut si bayi
kecil
Aku neraka, meraka adalah surga
Tropong
Sumekar
Memandang jauh ke arah timur
Adalah rumahku yang mungil
Berwarna kerontang
Anak-anak dewa lahir di rumah itu
Sebelum setan juga melahirkan seorang bayi kecil
bernama iblis
Penggangu jalan setapak untuk mandi dan sekedar
makan
Tanpa sadar rumah kita hancur beberapa tahun yang
lalu
Malang_ Rabu, 04 April 2012
Perkenankon
Sore Ini Aku Memjemputmu
Di
Stasiun Pemberangkatan.
Lawat waktu asyar
Burung-burung hinggap di atap gedung dan antena
Menyambut bidadari tiba bersama mega.
Semenjak awan gelap menghapus debu di masa silam.
Bangsa bergegas menghias Indonesia
Dalam pesta jamuan sang utusan langit
Sebab Indonesia masih serpihan surga.
Malang_ Rabu, 04 April 2012
Paradoks
Sempurna
Anjing-anjing gereja menggonggong menghias malam
Dalam kesunyian hayati sang bayi kecil
Yang hidup diantara rumah kardus beratap koran
Disebelahnya, bangunan marmer simpul menertawakannya
Paradoks yang wibawah
Malang_ Rabu, 04 April 2012
Akhir
Pencarian
Hidup
Di Masa Silam
Tradisi
Kebahagiaan
Manik-manik sampur
melilit dalam tembang senom sang gelandang
Memecah angin masa dengan layar si pagi buta
Suara bertalu diantara gamelan hakikat suci
Laki-laki bahagia sang istri juga menanti.
Malang_ Rabu, 04 April 2012
Nol
Menghitung angka jemari selalu kurang
Tak terbatas pada waktu kesendirian
Karena hidup tak lebih dari angka-angka
Tak ada angka.
Ya. Tak bisa.
Malang_ Rabu, 04 April 2012
Satu
Jalan
Setelah sungai kau cemari
Dan hutan tergunduli
Aku ingin tanya padamu
Kebahagian apa yang kau dapati
Bukankah kita hidup dalam satu jalan.
Jalan setapak suci
Bukan tampak birahi.
Malang_ Rabu, 04 April 2012
Tak
Ada Pujangga Yang Hidup
Menulis sajak kematian sang pujangga
Di altar persembahan terakhir
Manusia-manusia hina.
Tak ada orang sudi mengiringi peniduran terakhir
Apalagi mengisi pundi-pundi untuk duka cita
Dan sedikit berbagi senyum atas keluarganya
Sejenak kita tertegun
Dalam kebanggaan mereka
Serasa ada yang genap untuk kehidupan.
Tanpanya ada katanya.
Malang_ Rabu, 04 April 2012
Tak
Ada Kematian Untuk Sang Pujangga
Memeluk ombak ditepian pantai
Mengejar dahaga hilang
Ditelan masa.
Sejak kematian sang pujangga
Pada anasir-anasir mimpi.
Dan kita mesti harus katakan
Pada malam yang seutuhnya
Bahwa sang pujangga tidak akan mati sepanjang hayati
Sebelum bidadari penjemputnya dalam hidup yang
hajiki
Malang_ Rabu, 04 April 2012
Nanang
Terus saja kau berlari mengejar bulan
Sebelum dia kembali keperaduannya
Dan bahasakanlah kesunyian
Bila engkau melihat bulan berpelukan dengan mentari
Itulah artinya engkau yang tau sendiri
Malang_ Rabu, 04 April 2012
Masa
Silam
Semangat
Baru
Belahan pada selangkangan angin berwarna kembang
seruni
Menafsirkan jumpa sang kekasih yang ditinggal
Karena berlayar jauh kearah utara
Menggapai gelap yang hilang ditelan gulungan ombak
Sang kekasih diam menanti
Anak-anak berlari mengejar pelangi di pagi hari
Tampak, sebuah pesona harum pedesaan yang kurasakan
jauh di malang
Menggenggam diam dalam tangis lagu kecil
Sorak sorai mengguncang semangat baru
Demi hari esok.
Malang_ Rabu, 04 April 2012
Manusia
Makan Saudranya
Kumbang di taman menghirup bunga-bunga
Malang_ Rabu, 04 April 2012
Izinkan
Aku Menghias Pagi
Jumpalitan dalam setiap dekapan terputih
Burung gagak memecah kenistaan
Sang dewi menangis setiap waktu
Lantaran hujan pagi
Mengheningkan seribu cipta
Ola mampa-ola mampu ...
Nyanyian ulat batu
Bising ditelinga
Menyimpulkan makna ragawi
Senyam-senyum sang dawa sungai
Air mengalir jatuh ke hilir
Tercipta laut muara
Kita bahagia bersama.
Asoy... nyanyian cinta dibukit senja
Melupakan sejenak rasa
Karena sajak adalah cita
Kita semua pasti bisa.
Malang, Rabu, 04 April 2012
Tengger
Menanti
Menatap jari jemari
yang hilang ditelan waktu
Meruap sketsa pagi
burung berkicau
tanda tak sunyi
Aku berlari mengejar pelangi
Semakin lama berubah bintang
Tinggi nan elok bila dipandang
Air mata mengalir tak ada yang tau
Dalam penjara kerangkeng besi
Aku sendiri ingin melihat mentari
Menaiki kasta sejati
Malang_ Rabu, 04 April 2012
Pada
Penguasi Negeri
Menghapus jejak kematian semut api
Di belantara kebun hati
Malang_ Rabu, 04 April 2012
Melupaka
Senyum Dini Hari
Tak
Segampang Menghapus duli
Seuntai kata
Masih terngiang dalam sanubari
Saksikan malam sededak kopi
Perempuan dini hari
Memaksaku berlari
Demi sayap terputih
Dan angka-angka birahi
Malang_ Rabu, 04 April 2012
* Duli -
kotoran
Namanya
Ikhlas
Katakan saja mutiara terlahir dari mulutnya
Semenjak hutan belukar menyapa raga.
Dia terlahir sebagai pendusta
Terbawa angin kemana-mana
Malang_ Rabu, 04 April 2012
Tirakat
Menghapus sejenak malam ini
Untuk tafakur heningkan diri
Dalam buayan warna gelap
Hingga aku bersatu dan matahari
Malang_ Rabu, 04 April 2012
Indonesia
Kita Telah merdeka
Angka kematian
Berkaki emas
Seorang pahlawan gugur tertimbun tanah
Berjuang demi kita.
Malang_ Rabu, 04 April 2012
Tamsil
Buayan Ijajil
Jingga matamu menemuiku
Dengan tanduk saparuh patah
Badanmu gemuk serasa badak
Memujiku dalam kemenangan
Aku bangga mengikutimu.
Hingga api menjalar di tubuhku.
Malang_ Rabu, 04 April 2012
Oleh: Dafikurrahman Mashor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar