Keadaran Dalam Berbahasa
Bahasa
merupakan salah satu anugrah terbesar dari Tuhan kepada manusia dibandingkan
dengan makhluk-makhluk yang lain, karena manusia merupakan makhluk yang sibuk
dan secara otomatis membutuhkan informasi dan komunikasi lebih banyak dari pada
makluk lain. Sehingga dalam penerapan komunikasi yang sangat banyak itu, karena
manusia merupakan makhluk sosial (human
social). Perlu kemudian suatu lambang bunyi yang arbitrer diterapkan dalam
kehidupan manusia, yaitu bahasa. Karena bahasalah kehidupan ada, dan karena
bahasalah keilmuan semakin dinamis.
Maka
dari itu titik tekan bahasa itu berada pada komunikasi. Karena komunikasi
merupakan sarana untuk pertukaran informasi satu sama lain. Dan manusia juga
mampu menyampaikan gagasan dan perasaan dengan beberapa cara: gerakan tangan,
ekspresi wajah, gerakan tubuh, senyuman, dan anggukan. Inilah yang disebut
teknik paralinguistik tidak membutuhkan vokalisasi. Ada pula alat
komunikasi non-linguistik, misalnya:
isak tangis, bersin, batuk, dan hela napas. Suara-suara itu disebut alat
komunikasi jika mempunyai maksud tertentu. Dengkur, maskipun berdasarkan suara,
bukan merupakan ketidak sadaran, tidak ada kontrol penggunanya. Sebaliknya pula
tawa dan tangis yang biasa terjadi serta merta tidak dapat disebut kesadaran.
Kesadaran terjadi ciri penting yang membedakan dengan komunikasi binatang.
Sedangkan ciri-ciri kesadaran itu sendiri diantanya:
2.1.1 Perasaan :
merasakan apa yang di bahasakan
2.1.2 Rasa :
menilai bahasa
2.1.3 Emosi :
dorongan untuk berbahasa
2.1.4 Keinginan :
mempunyai maksud untuk mengungkapakan bahasa
2.1.4 Fikiran : memperoses di otak sebelum
diucapkan
Jadi,
kesadaran di dalam berbahasa itu melingkupi ciri-ciri tersebut. Apabila tidak
ada salah satu ciri kesadaran tersebut gugurlah suatu bahasa. Karena bahasa
tidak akan menjadi suatu kata-kata yang arbitrer jika pengguna bahasa itu tidak
sadar.
Ketidak Sadaran Pengguna Dalam Berbahasa
Pada
hakikatnya berbahasa merupakan suatu kegiatan alamiah yang sama halnya dengan
bernafas yang kita tidak memikirkanya meski nafas sangt di butuhkan. Terkadang
pula dalam bernafas atau berkedip ada seseorang yang tidak menyadarinya
bagaimana proses kerjanya, yang jelas banyak manusia yang tidak sadar akan hal
itu. Ketika manusia dalam keadaan gila, mabuk, dan lain sebagainya. Hal itu
tidak bisa disebut berbahasa karena sudah ada yang keluar dari ciri-ciri
kesadaran seperti yang di jelaskan di awal.
Kemudian
ada paradigma yang mengangap bahwasanya selain manusia, binatang juga bisa
berbahasa. Menurut (Rohmani dan Abdurrahman, 2008) Sebenarnya pada binatang
terdapat sistem komunikasi yang menyerupai bahasa. Karena tutur binatang tidak
lebih hanya peniruan. Burung kakak tua yang dilatih bicara hanya menirukan
bentuk tutur manusia tanpa perlu memahami maknanya. Dan Ketika binatang diajak
berbahasa, tidak ada kaitan langsung antara kata dan objek. Hubungan antara
kata dengan maksudnya sesuai dengan yang
dilatihkan dan bisa hilang kalau tidak dilatatihkan kembali.
Kebutuhan
binatang sangat sederhana jika dibandingkan dengan manusia sehingga kapasitas
komunikasinya juga lebih sederhana. Adapun manusia memiliki kebutuhan
berkomunikasi yang lebih kompleks sehingga hubungan antar jaringan otaknya,
sebagaimana yang dibuktikan oleh ahli neurologi, sebagian besar diarahkan untuk
keperluan berkomunikasi. Maskipun kompleks, kemampuan berkomunisi dengan sistem
bahasa dapat diperoleh tanpa pengajaran. Seorang anak akan berhasil dalam
memperoleh bahasa denan bentuk bahasa yang digunakan disekitarnya.
Hubungan Bahasa dan Kesadaran
Bahasa
mempunyai hubungan erat sekali dengan kesadaran, karena kesadaran merupakan implemintasi
dari akal seseorang dan bentuk ungkapan yang kemudian di dalamnya ada suatu
pemikiran, perasaan, emosi, dan yang lain sesuai dengan ciri-ciri kesadaran
yang telah dibahas di awal.
Bukti
kesadaran dalam berbahasa bisa dilihat dari beberapa diantaranya: pembicaraan
terarah tidak sembarangan (ngaur), gaya bicaranya mempunyai nilai rasa, dan mempunyai tujuan.
Daftar Pustaka
Indah,
R.N & Abdurrahman. 2008. Psikolinguistik:
Konsep & Isu Umum. Malang: UIN-Malang Press.
Oleh: Dafikurrahman Mashor
Lahir di Sumenep, 11 Juli 1992
Tidak ada komentar:
Posting Komentar