Sabtu, 05 Mei 2012

Antologi Puisi Hujan Kemarau (Bagian 1)


A

segenggam mirah bunga di depan rumahku
menjadikan aku terbalik dari tidur lelep itu.
Seutas wajah seakan memanggilku,
Mengajakku:
Bermain
Begoyang
Dan bedansa
Tapi sayang …!
Semua itu alfa sandiwara.

29 desember 2007



BULAN CINTA MUSIM KELABU

Bulan cinta musim kelabu
Hujan deras  di bawah bambu
Hati sakit terasa ngilu
Disayat angin sembilu.
Aku bernaung di bawah bambu.

(Hilang dalam berdusta
Berkorban demi cinta
Sakit remuk sepanjang masa
Sebab luka mencari asa)

Menyusuri dunia penuh duri
Yang ada di dalam mimpi.

Malang Rabu 26 mei 2011 . 12:58


PEREMPUAN BERMATA PELANGI

Katakanlah bahwa kau adalah juita
Yang datang menemui duda
Kemudian pergi menjadi janda

Apa-apaan……! Hidup sekarrang ini
Manusia tidak pakai nurani
Ngakunya orang islami
Kecantikan dituka dengan air mani

Selasa 09:39 pm 26.01.2010


TERJEMAHAN HATI

Satu hari sudah kita lewati
Peperangan panjang tanpa henti
yang lama aku tungguhi
Di beranda rumah_Mu kian menjadi saksi
Pada titik gelap bermuara hati

Rinduku pada_Mu takkan  mati
Karena peperangan tak berarti
Saat hari gelap sekali

Tapi…!
Kalau boleh aku minta satu lagi
Izinkan ku kembali
Pada jalan yang dulu pernah ku lewati.
Meski aku tidak sopan menerjemahkan hati lewat puisi

Rabu 02:22pm. 31 maret 2010
Serambi surau (malam un)


INI AKU DATANG KEMBALI

Pada dataran lembah yang sunyi
Aku ziarahi wajahmu yang lebam beberapa abad yang lalu.

Lampu pijar terus terus bergoyang di antara gubuk-gubuk bambu.
Sementara aku,
Mencoba menabur kembang kamboja di setiap helai tubuhmu.

“Ini aku datang kembali”

Membawah sebongkah janji
Untuk kau pesan nanti.

Rabu 26 mei 2011


TITIPMU

Siapa yang mau jadi kekasih_
harus dinikmati.
Semuanya akan seperti itu nanti.
Dan akhirnya juga akan mati.

”Dia bilang mau kawin
Umurnya masih mudah
Tak punya uang beli maskawin
Nangis saja pada orang tua.

Bagi yang sudah kawin atau punya anak
Tingkahmu jangan seperti anak mudah
Beri uang istrimu untuk menanak
Kau harus pulang kerumah juga”


Malang Rabu 26 mei 2011 . 01:48
  

Diana

Aku ingin kenalan dengan wanita itu benama diana
Senyum pulas dalam kacamatanya
Menuntutku untuk sekedar singga di hatinya
Pada tangga kedua bulan ketiga 2010

Ada telaga madu di bibirnya
bergambar kupu-kupu terbang
hinggap di dahinya
seperti taman tertoreh ilalang pada rumput yang bergoyang

lihatlah disana...
tangisan mendung masih menyaksikan kebersamaan kita
cahaya adalah kenangan masa lalau
dan aku yakin,
pertemuan ini merupakan awal dari keabadian
untuk kita nikmati bersama anak dan cucu-cucu

Diana...
Kalau berlebihan ku ucap ma`af
Bukan aku sengaja menanam rindu pada pujangga membawa api
Dan kalau tidak suka buanglah
anggaplah hanya pelipur lara

Tapi kenyataannya memang seperti itu Diana
Aku tidak bisa berbohong kepada hati’
Karena hati telah memerintahkanku bergerak bebas entah kemana
Dan karena hati pula aku encintaimu.

Rabu. 02:41 pm. 31 maret 2010
Kamar A-10


Durma 1

Bicarakan negeri hilang dalam bunga
Landa datang membawa angin kefakiran
Burung-burung pergi dari kebahagian
Laut surut dengan tangisan ikan di dalamnya

Membawa surat
Tentang kabar kesedihan semua orang

Mereka berguling di antara comberan rawa-rawa
Tapi penuh makna dengan titik gelap
Karena  mereka  juga manusia

Selasa 02:41pm. 30 maret 2010 (di ranjang tua)


Durma 2

Pacuan senja sore hari
Meraibkan pijar api di atas sepiring kepala
Rambutpun juga ikut enggan untuk menanam asa di negeri sebelah

Perasangkah melangkah terhijab ragu pada kantongnya
Karena suara menyelinap ke telinganya_
”Rupanya ada arit bertitik bawah”

Aksian. Anak malang tak punya bunda
Menanti seseorang membawa seteguk ke hidupan

itu persembahan Tuhan…!”
Karena anak kecil, besar syafaatnya.

Malam rabu 10:19pm. 31 maret 2010  
(di ranjang tua)


Durma 3

suara tetap suara
para perempuan telah pegi ke negeri sebelah
sebuah rindu usai berganti tahtah
seorang laki juga relakan sang perempuannya:
naiki kuda
naiki kaki
naiki lutut
naiki tongkat
naiki angin, kemudian jatuh

Bila kita ziarahi tubuhnya

Memegang selasi duka cita
Di antara pertemuan sayup rasa menjadi masakat

Dan pada jalanan tandus yang di laluinya
Menyiratkan sejuta mimpi.
Mereka yakin:
“lidih akan tumbuh bila Tuhan berkehendak”

2010


Oleh: Dafikurrahman Mashor
Lahir di Sumenep, 11 Juli 1992

Tidak ada komentar:

Posting Komentar