Disepertiga
malam itu aku mulai tidak bisa menenabobokkan mata yang sebenarnya mulai
menyipit itu, aku mulai mendengar suara tangisan bayi dari jamban belakang
rumahku. Kali pertama aku mendengarnya ada perasaan takut yang menimpa
pikiranku, dibawah temaram yang terkadang redup karena tiupan angin yang begitu
kencang. Dan terkadang suara itu juga menghilang seketika. Datang berganti tawa
ceria.
Semakin aku merasa takut dimalam-malam itu. Apalagi saat
anjing mulai menggaung di dalam hutan jati disebelah perbatasan kampung muara.
Doa-doa hampir semua aku sebutkan, tapi suara itu tetap saja tidak menghilang.
Bahkan terkadang ketika ku baca doa suara itu semakin keras dan kadang
memanggil namaku. Kerena itulah malam-malam selanjutnya aku tidak membaca
doa-doa seperti waktu itu.
Mungkin sudah hampir satu purnama aku terus terusik suara
yang tak jelas. Pada awal bulan kedua aku mencoba memberanikan diri untuk
memastikan suara itu datang dari makhluk yang bentuknya bagaimana. Akhirnya
dengan hawa panas dan ruara gemuruh beduk dalam dada meski musim ini musim
penghujan.
Di tangan kiriku ada senter yang menerangi setapak jalan
yang gelap menuju jamban munculnya suara itu, di tangan kananku pegang celurit
yang telah kubuka bungkusnya dari dalam kamar sajak tadi. Ya aku rasa karena ku
bawa celurit tangn yang biasa gemetar ketika merasa ketakutan, sekarang tidak
ada lagi.
Sampailah aku didepan jamban itu. Dengan rasa yang tak
bisa kubohongi aku bulatkan untuk membuka jamban. Seketika aku pegang daun
pintu, suara itu menhilang, aku pastikan masuk dalam jamban itu tak ada makhluk
sama sekali di dalamnya. Tetapi hidungku menangkap bau amis darah. Aku merasa
mungkin tetangga yang buang air besar tadi siang sedang datang bulan dan
darahnya keluar saat itu.
Tak percaya aku sebenarnaya kalau
darah itu darah tatangga yang sedang datang bulan, tetapi memang benar-benar
tidak ada lagi suara itu saat aku lihat tempo hari.
***
Malam-malamku
menjadi tenang kembali. Tidur nyenyak tanpa gangguan suara apapun. Tapi aku
bermimpi yang agak sedikit tidak masuk akal. Pada malam purnama kedua aku
melihat seoreang wanita cantik, tubuhnya jangkung, rambutnya hitam lurus dengan
model bulu ekor kuda, bibirnya kemerah-merahan, dan matanya ingin melekatkan
pandangan semua laki-laki. Sangat sempurna.
Kata
orang-orang wanita itu adalah istriku.
“ha...
istriku” aku tidak percaya dengan omongan orang-orang itu pasti mereka ingin
mengejaiku, karena aku memang laki-laki tertua di kampung muara yang masi bulum
menikah.
Wanita
itu mendekatiku dengan senyuman tanpa kata. Aku balas senyumannya juga tanpa
kata. Betul-betul cantik wanita itu.
Tak
lama kemudian wanita yang kata orang-orang itu adalah istriku sedang hamil.
Tidak tau siapa yang tega menghamili wanita cantik itu. Sedikit aku merasa
kecewa melihatnya, karena bagiku tidak mungkin bisa hamil kalau tidak sama-sama
mau.
Sudah
tercoreng namanya dimataku, sedikit demi sedikit terhapuslah rasa kagum
kepadanya. Memang seorang kalau wanita cantik gangguan yang paling besar adalah
menjaga kesucianya, karena kita tau dunia ini sudah hampir kiamat. Wanita dan
laki-laki mempunyai peranan yang sama. Kalau dulu laki-laki yang berhak
beristri dua sekarang wanitapun tidak mau kalau dia juga ingin punya suami lebih
dari satu. Benar-benar kehancuran dunia yang sempurna.
Tetapi
orang yang kemrin mengolok-ngolok aku dengan sebutan waria, sekarang malah
sangat kagum kepadaku, mengucapkan selamat.
“selamat
istrimu sudah hamil”
Aku
tidak mengerti kenapa orang-orang setega itu padaku. Pertama aku disebut waria,
kedua aku disebut punya istri wanita cantik itu, ketiga aku disebut berhasil
menjadi seorang suami.
Aku
tidak mengerti kenapa orang-orang bilang seperti itu. Setelah aku selidiki dari
omongannya aku telah menjadi suami dari wanita cantik itu dan telah membuahkan
hasil, wanita itu bisa hamil.
Lantas
kalau aku suami dari perempuan itu kapan aku menikah, kapan aku tidur dengannya
sehingga dia bisa hamil karenaku. Aku memang tidak mengerti.
***
Lalu
terbangunlah aku dari mimpi yang akan menjadikan hari-hariku terasa aneh atau
lebih jelasnya gila.
Tidak
mungkin. Sangat tidak mungkin peristiwa itu terjadi, aku yakin itu hanya
kembang tidur yang tidak ada di dunia nyata. Orang-orang yang mengolok-olokku
itu yang sangat gila. Aku tidak mau punya istri sebelu aku lulus kuliah dan
menjadi seorang sarjana dengan penghasilan tetap. Apalagi punya seorang anak.
Ketika
itu aku melihat kearah jam dinding dekat pintu, jarum jam menunjukkan pukul
setegah tiga. Adzan subuh sudah tiggal dua jam lagi.
Kutenangkan
pikiranku yang terganggu mimpi buruk itu. Sambil aku menggaruk tangan kanan
karena terasa sangat gatal, lalu aku pandang. Apakah tanganku tidak bersih atau
terkena penyakit gatal-gatal seperti dulu. Oh tidak. Ternyata aku memandang
wanita cantik itu pada tangan kanaku. Ini tidak mungkin.
Mulai
aku merasa kembali ketakutan seperti sejak diganggu suara tangisan bayi di
jamban belakang rumah itu.
Wanita
cantik ditangan kananku menyiratkan beribu tanya, diantara pertanyaanya yang
aku dengar adalah;
“kenapa
engkau menjadi seorang laki-laki yang tidak bertanggung jawab setelah menikmati
madu kehidupanku lalu pura-pura tidak tau dan merasa menjadi seorang penakut
padahal engkau dulu yang mengjakku melakukan hubungan intim itu. Aku ingin
tanggun jawabmu.”_ sambil menangis.
“Lalu
apa yang harus kulakukan?” gumamku dalam hati.
Yang
jelas mulai malam itulah aku merasa bahwa sudah gila kelas atas.
Kemudian
dalam ketakutan yang tiada tara itu, terdengrlah kelbali suara bayi yang sedang
menangis dan kadang juga tertawa, sama dengan malam-mala kemarin. Tak ada arah
yang ingin aku tuju, lampu temaram mati karena tidak ada minyaknya, rumah gelap.
Semuanya
menuntut aku untuk mengawini wanita yang ada di tangan kananku itu. Tempat
tidur, bantal, dan sarung berkompromi memaksa aku untu tanggung jawab.
“kalau
kau laki-laki bertanggung jawablah kepada wanita yang sudah dibuat olehmu
sengsara”
“manusia
diciptakan bukan untuk menjadi orang munafik”
“semua
perbuatan pasti ada ganjarannya”
Begitulah
gumam mereka kepadaku. Kubuang mereka, lalu aku berlari sekuat tenaga kearah
yang tak jelas arah mana, karena semua arah sama_ gelap dan menakutkan.
Naik
turun gunung, duri, kerikil aku lewati. Hingga aku terasa sangat letih dan
berhenti. Tangan kananku kembali aku lihat, ternyata wanita itu masih ada
dengan muka yang sungguh mengartikan kesedihan.
***
Akhirnya
pada malam itulah dengan suatu alasan yang sangat banyak dan tidak mungkin aku
jelaskan, karena aku malu. Dengan rasa haru menjadi perasaan cinta aku benar-benar
beristrikan wanita yang ada di tangn kananku itu.
Dan
pada malam itulah juga dia kembali kelihatan seperti bidadari surga, selau
tersenyum, ramah, dan selalu mau melayaniku meski secapek apapun.
Lalu
suara bayi menangis yang selau menangis dan kadang tertawa dari dalam jamban
itu. itulah anakku.
Oleh: Dafikurrahman Mashor
Malang,
1/3 Malam. 03:03 pm 12 maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar