Kamis, 03 Mei 2012

Cerpen: Kau Cantik di Tangan Kananku


Disepertiga malam itu aku mulai tidak bisa menenabobokkan mata yang sebenarnya mulai menyipit itu, aku mulai mendengar suara tangisan bayi dari jamban belakang rumahku. Kali pertama aku mendengarnya ada perasaan takut yang menimpa pikiranku, dibawah temaram yang terkadang redup karena tiupan angin yang begitu kencang. Dan terkadang suara itu juga menghilang seketika. Datang berganti tawa ceria.
            Semakin aku merasa takut dimalam-malam itu. Apalagi saat anjing mulai menggaung di dalam hutan jati disebelah perbatasan kampung muara. Doa-doa hampir semua aku sebutkan, tapi suara itu tetap saja tidak menghilang. Bahkan terkadang ketika ku baca doa suara itu semakin keras dan kadang memanggil namaku. Kerena itulah malam-malam selanjutnya aku tidak membaca doa-doa seperti waktu itu.

            Mungkin sudah hampir satu purnama aku terus terusik suara yang tak jelas. Pada awal bulan kedua aku mencoba memberanikan diri untuk memastikan suara itu datang dari makhluk yang bentuknya bagaimana. Akhirnya dengan hawa panas dan ruara gemuruh beduk dalam dada meski musim ini musim penghujan.
            Di tangan kiriku ada senter yang menerangi setapak jalan yang gelap menuju jamban munculnya suara itu, di tangan kananku pegang celurit yang telah kubuka bungkusnya dari dalam kamar sajak tadi. Ya aku rasa karena ku bawa celurit tangn yang biasa gemetar ketika merasa ketakutan, sekarang tidak ada lagi.
            Sampailah aku didepan jamban itu. Dengan rasa yang tak bisa kubohongi aku bulatkan untuk membuka jamban. Seketika aku pegang daun pintu, suara itu menhilang, aku pastikan masuk dalam jamban itu tak ada makhluk sama sekali di dalamnya. Tetapi hidungku menangkap bau amis darah. Aku merasa mungkin tetangga yang buang air besar tadi siang sedang datang bulan dan darahnya keluar saat itu.
            Tak percaya aku sebenarnaya kalau darah itu darah tatangga yang sedang datang bulan, tetapi memang benar-benar tidak ada lagi suara itu saat aku lihat tempo hari.
***
Malam-malamku menjadi tenang kembali. Tidur nyenyak tanpa gangguan suara apapun. Tapi aku bermimpi yang agak sedikit tidak masuk akal. Pada malam purnama kedua aku melihat seoreang wanita cantik, tubuhnya jangkung, rambutnya hitam lurus dengan model bulu ekor kuda, bibirnya kemerah-merahan, dan matanya ingin melekatkan pandangan semua laki-laki. Sangat sempurna.
Kata orang-orang wanita itu adalah istriku.
“ha... istriku” aku tidak percaya dengan omongan orang-orang itu pasti mereka ingin mengejaiku, karena aku memang laki-laki tertua di kampung muara yang masi bulum menikah.
Wanita itu mendekatiku dengan senyuman tanpa kata. Aku balas senyumannya juga tanpa kata. Betul-betul cantik wanita itu.
Tak lama kemudian wanita yang kata orang-orang itu adalah istriku sedang hamil. Tidak tau siapa yang tega menghamili wanita cantik itu. Sedikit aku merasa kecewa melihatnya, karena bagiku tidak mungkin bisa hamil kalau tidak sama-sama mau.
Sudah tercoreng namanya dimataku, sedikit demi sedikit terhapuslah rasa kagum kepadanya. Memang seorang kalau wanita cantik gangguan yang paling besar adalah menjaga kesucianya, karena kita tau dunia ini sudah hampir kiamat. Wanita dan laki-laki mempunyai peranan yang sama. Kalau dulu laki-laki yang berhak beristri dua sekarang wanitapun tidak mau kalau dia juga ingin punya suami lebih dari satu. Benar-benar kehancuran dunia yang sempurna.
Tetapi orang yang kemrin mengolok-ngolok aku dengan sebutan waria, sekarang malah sangat kagum kepadaku, mengucapkan selamat.
“selamat istrimu sudah hamil”
Aku tidak mengerti kenapa orang-orang setega itu padaku. Pertama aku disebut waria, kedua aku disebut punya istri wanita cantik itu, ketiga aku disebut berhasil menjadi seorang suami.
Aku tidak mengerti kenapa orang-orang bilang seperti itu. Setelah aku selidiki dari omongannya aku telah menjadi suami dari wanita cantik itu dan telah membuahkan hasil, wanita itu bisa hamil.
Lantas kalau aku suami dari perempuan itu kapan aku menikah, kapan aku tidur dengannya sehingga dia bisa hamil karenaku. Aku memang tidak mengerti.
***
Lalu terbangunlah aku dari mimpi yang akan menjadikan hari-hariku terasa aneh atau lebih jelasnya gila.
Tidak mungkin. Sangat tidak mungkin peristiwa itu terjadi, aku yakin itu hanya kembang tidur yang tidak ada di dunia nyata. Orang-orang yang mengolok-olokku itu yang sangat gila. Aku tidak mau punya istri sebelu aku lulus kuliah dan menjadi seorang sarjana dengan penghasilan tetap. Apalagi punya seorang anak.
Ketika itu aku melihat kearah jam dinding dekat pintu, jarum jam menunjukkan pukul setegah tiga. Adzan subuh sudah tiggal dua jam lagi.
Kutenangkan pikiranku yang terganggu mimpi buruk itu. Sambil aku menggaruk tangan kanan karena terasa sangat gatal, lalu aku pandang. Apakah tanganku tidak bersih atau terkena penyakit gatal-gatal seperti dulu. Oh tidak. Ternyata aku memandang wanita cantik itu pada tangan kanaku. Ini tidak mungkin.
Mulai aku merasa kembali ketakutan seperti sejak diganggu suara tangisan bayi di jamban belakang rumah itu.
Wanita cantik ditangan kananku menyiratkan beribu tanya, diantara pertanyaanya yang aku dengar adalah;
“kenapa engkau menjadi seorang laki-laki yang tidak bertanggung jawab setelah menikmati madu kehidupanku lalu pura-pura tidak tau dan merasa menjadi seorang penakut padahal engkau dulu yang mengjakku melakukan hubungan intim itu. Aku ingin tanggun jawabmu.”_ sambil menangis.
“Lalu apa yang harus kulakukan?” gumamku dalam hati.
Yang jelas mulai malam itulah aku merasa bahwa sudah gila kelas atas.
Kemudian dalam ketakutan yang tiada tara itu, terdengrlah kelbali suara bayi yang sedang menangis dan kadang juga tertawa, sama dengan malam-mala kemarin. Tak ada arah yang ingin aku tuju, lampu temaram mati karena tidak ada minyaknya, rumah gelap.
Semuanya menuntut aku untuk mengawini wanita yang ada di tangan kananku itu. Tempat tidur, bantal, dan sarung berkompromi memaksa aku untu tanggung jawab.
“kalau kau laki-laki bertanggung jawablah kepada wanita yang sudah dibuat olehmu sengsara”
“manusia diciptakan bukan untuk menjadi orang munafik”
“semua perbuatan pasti ada ganjarannya”
Begitulah gumam mereka kepadaku. Kubuang mereka, lalu aku berlari sekuat tenaga kearah yang tak jelas arah mana, karena semua arah sama_ gelap dan menakutkan.
Naik turun gunung, duri, kerikil aku lewati. Hingga aku terasa sangat letih dan berhenti. Tangan kananku kembali aku lihat, ternyata wanita itu masih ada dengan muka yang sungguh mengartikan kesedihan.
***
Akhirnya pada malam itulah dengan suatu alasan yang sangat banyak dan tidak mungkin aku jelaskan, karena aku malu. Dengan rasa haru menjadi perasaan cinta aku benar-benar beristrikan wanita yang ada di tangn kananku itu.
Dan pada malam itulah juga dia kembali kelihatan seperti bidadari surga, selau tersenyum, ramah, dan selalu mau melayaniku meski secapek apapun.
Lalu suara bayi menangis yang selau menangis dan kadang tertawa dari dalam jamban itu. itulah anakku.

Oleh: Dafikurrahman Mashor
Malang, 1/3 Malam. 03:03 pm 12 maret 2012 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar