I
PENGERTIAN
PUISI
Puisi
merupakan karya sastra yang mempunyai derajat yang lebih tinggi dibandingkan
dengan karya sastra lainnya dan memiliki pernyataan sastra yang paling inti.
Segala unsur kesastraan mengental dalam puisi. oleh karena itu segala karya
sastra tidak terlepas dari puisi. dipandang dari unsur estetiknya dan
kefleksibelannya terhadap semua kalangan masyarakat.
Secara
etimologi puisi dalam bahasa yunani berasal dari poeima (membuat) atau poesis (pembuatan).
Dalam bahasa prancis disebut poesie, bahasa
belanda poezie (sajak), bahasa latin poeta (pembangunan, pembentuk, pembuat)
sedangkan dalam bahasa ingris disebut poetry
(puisi). kata itu semuanya berpangkal pada imajinasi seseorang yang ingin
menciptakan sebuah dunia baru dalam diri sendiri. Menurut sejarah dalam bahasa
yunani, kata poet berarti orang yang
menciptakan sebuah karya melalui imajinasinya, seseorang yang hampir menyerupai
dewa atau penggemar dewa-dewa. Dia adalah seseorang yang berpenglihatan tajam,
suci, filsuf, negarawan, guru, dan orang yang dapat menebak kebenaran yang
tersembunyi.
Dalam
kamus bahasa indonesia puisi merupakan ragam yang terikat oleh rima, mantra,
irama, serta penyusunan larik dan bait. Dan puisi juga disebut sebagai gubahan
dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga
mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus
lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus. Atau pula disebut sajak.
Menurut
wirjosoedarmo (1984) puisi bisa didefinisikan sebagai karangan terikat dengan:
(1) banyak baris dalam tiap bait, (2) banyak kata dalam tiap baris, (3) banyak
suku kata dalam tiap baris, (4) rima, (5) irama.
Aminuddin
(1987) mendifinisikan puisi dengan membuat dan pembuatan, karena puisi
merupakan dunia tersendiri terhadap seseorang yang berisi pesan dan gambaran
suasana tertentu,baik fisik maupun batiniah. Puisi dapat membuat pembaca masuk ke
dalam ilusi tentang ke estetikannya, terbawa angan-angan kedalam keindahan
maupun unsur bunyi, penciptaan gagasan, maupun suasana tertentu sewaktu membaca
puisi.
Taufik
Ismail berpendpat bahwa puisi merupakan alat pengungkapan fikiran dan perasaan atau sebagai alat
ekspresi. Puisi termasuk bentuk karya sastra yang merupakan bentuk komunikasi
antara sastawan dengan pembacanya, tulisan sastrawan (puisi) dalam karya
sastranya adalah suatu pengungkapan perasaan yang ingin diungkapkan pada
pembaca. dalam penyampaian ide tersebut sastrawan tidak bisa dipisahkan dengan
dari latar belakang dan lingkngannya.
Abrams
(1976) mengemukakan dalam dalam komunikasi antara sastrawan dan pembaca tidak
akan lepas dari empat situasi sastra, yaitu: karya sastra, sastrawan, semesta,
dan pembaca.
Yang
berikut ini defini Altenbernd (1970), puisi adalah pendramaan pengalaman yang
bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa berirama (bermetrum). Maka
tentulah definisi ini kurang tepat untuk puisi indonesia sebab puisi indonesia
tidak menggunakan metrum sebagai dasar. Bila kata metrum diartikan sebagai
irama yang umum (rhythm-ritme)
mungkin masi bisa diterima di kalangan tertentu maskipun tidak semuanya karena
prosapun terkadang berirama juga maskipun tidak sekuat puisi.
Dalam
kamus istilah sastra, disebutkan puisi menurut Panuti Sudjiman dalam balai
pustaka (1990), puisi adalah ragam bahasa terikat oleh rima, mantra, rima,
penysunan larik, dan bait. Balai Pustaka (1994) menjelaskan makna puisi sebagai
ragam sastra yang bahasanya terikat oleh rima dan tata puitika yang lain,
gubahan bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga
mempertajam kesadaran akan pengalaman dan mempertajam tanggapan khusus lewat
penataan bunyi, irama, dan makna.
Shahnon
Ahmad (1978) mengumpulkan definisi-definisi yang pada umumnya dikemukakan oleh
para penyair romantik Ingris. Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu
adalah kata-kata terindah dalam suasana terindah. Penyair memilih kata-kata
yang setepatnya dan disusun secara baik, misalnya seimbang , simetris, antara
satu unsur dengan unsur lainnya yang sangat erat hubungannya. Carlyle berkata,
puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair dalam menciptakan
puisi itu memikirka bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata
disusun berbagai rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu
seperti musik. Wordswort mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan yang imajinatif, yaitu perasaan
yang diangankan. Adapun Audien mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan
pernyataan perasaan yang bercampur-baur. Sedangkan Duntom berpendapat bahwa
sebenarnya merupakan pemikiran manusia secara kongkrit dan artistik dalam
bahasa emosional serta berirama, misalnya dengan kiasan, dengan citraan, dan
disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, diksi yang tepat, dan
sebagainya) dan bahasanya penuh
perasaan, serta berirama seperti musik (pengertian bunyi kata-katanya
berturut-turut secara teratur). Shelly mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman
detik-detik yang paling indah dalam hidup kita. Misalnya saja peristiwa yang
sngat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat, seperti kebahagiaan,
kegembiraan, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian atau kehilangan
seseorang yang yang dicintai. Semua itu merupakan detik-detik terindah untuk
direkam.
Dari
definisi-definisi tersebut tampaknya ada perbedaan pikiran mengenai pengertian
puisi. namun bila unsur-unsur dari pendapat pendat diatas dipadukan, maka akan
didapat garis-garis besar mengenai puisi dengan unsur-unsur emosi, imajimasi,
pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindra, struktur kata, kiasan,
kepadatan, dan perasaan yang bercampur baur. Disitu dapat ditarik benang merah,
ada tiga unsuryang pokok. Pertama,
hal yang meliputi pemikiran, ide, atau emosi; kedua bentuknya; ketiga ialah
kesannya.
Jadi,
difinisi puisi menurut (Pradopo, 1987) merupakan ekspresi pemikiran yang yang
membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indra dalam susunan
yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting yang direkam dan
diekspresikan dengan menarik dan memberi kesan. Puisi itu merupakan rekaman dan
interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang
berkesan. Terlepas dari pendapat (Didin Widyartono, 2011) yang membedakan puisi
tradisional dengan puisi kontemporer, dengan sudut pandang bentuk dan medianya.
Sehingga penulispun tidak berani memberikan kesimpulan mengenai difinisi puisi,
karena puisi merupakan hasil dari imajinasi seseorang yang berbeda-beda. Oleh
karena itu definisi puisi memberikan haknya kepada penyair dan pembaca. Akan
tetapi dalam pengkajiannya kita harus mengenal yang namanya puisi dalam pengertian
lama dan pengertian baru.
II
KAJIAN PUISI
Puisi
merupakan karya sastra yang dapat dikaji dari berbagai sisinya, baik dari
strukturnya ataupun unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi merupakan sruktur
yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Dapat
pula dikaji jenis-jenis atau ragamnya dan kesejahteraan pusi itu sendiri
melihat bahwa sepaanjang sejarah dari waktu ke waktu selalu ada perubahan dan
perkembangan. Hal ini menginagat hakikatnya sebagai karya seni yang selalu
terjadi ketegangan antara konvensi dan pembaharuan (inovasi) (Teeuw, 1980).
Puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera dan perubahan konsep
estetiknya (Riffaterre, 1978).
Meskipun
demikian, orang tidak akan dapat memahami puisi secara sepenuhnya tanpa
menyadari dan mengetahui itu karya karya estetik yang bermakna, yang mempunyai
arti, bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna (Pradopo, 1987).
Sampai
sekarang orang tidak dapat memberikan difinisi puisi setepatnya yang kemudian
disepakati bersama. Namun untuk memahaminya perlu mengetahui paling tidak
ancar-ancar sekitar pengertian puisi, sebagai kajian bersama. Dan
perkembangannya tidak dapat dipungkiri,
sehingga mau tidak mau harus mengikuti zaman dengan memperbanyak mencari
informasi atau membaca.
Dalam
kajian sastra terdapat empat pendekatan untuk mengkaji puisi diantaranya:
1. Pendekatan objektif
Pendekatan objektif merupakan kajian sastra
yang menitik beratkan pada karya sastra. kalau di lihat dari teori struktur,
karya sastra harus dianalisis dari struktur intrinsik dan unsur
intrintrinsiknya, karena itu karya sastra mempunyai sifat otonom dalam kajian
struktur dan unsur-unsurnya. Denganan anggapan sebuah karya sastra hurus terlepas
dari sajak atau karya sastra zaman dahulu atau sebelumnya. Selain itu pula
sajak atau puisi juga harus di
lepaskan hubunganya dengan penyair dan
masyarakat. Padahal kenyataannya sebuah
puisi (karya sastra) tidak tercipta tanpa penyair dan kekosongan budaya (Teeuw,
1981). Sebuah karya sastra tidak terlepas dari pengarang atau penulisnya.
Pengarangpun juga tidak terlepas dari paham-paham, pikiran-pikiran, ide-ide,
atau pandangan dunia pada zamannya dan sebelumnya. Dan juga tidak bisa terlepas
dari kondisi politik dan sosial budaya. Semua itu tercermin dalam karya
sastranya. Cermin dari kebahasaan, gambar, simbol, dan lain sebagainya. Sebuah
karya sastra tidak terlepas dari kondisi masyarakat dan budayanya sehingga
terjadi kekosongan karya sastra. Semua hubungan itu sangat menentukan makna dan
pemahaman sebuah karya sastra (puisi). Oleh karena itu mempunyai keberatan-keberatan, yaitu
diantaranya mengasingkan karya sastra dari kerangka kesejahteraannya dan latar
belakang sosial budaya (Teeuw, 1983).
Bagaimanpun
keberatannya analisis struktur ini merupakan preoritas pertama sebelum yang
lain-lain (Teeuw, 1983). Jadi sebenarnya secara utuh sebuah karya sasra tidak
bisa lepas dari masyarakt dan budaya dimana karya sastra itu dituliskan. Maka
untuk mendapatkan sebuah makna secara utuh atau penuh, harus mengetahui latar
belakang latar belakang sosial budaya.
Apakah
itu struktur dalam karya sastra? Adalah sebuah susunan unsur-unsur yang
bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan timbal balik atau saling
menentukan (Pradopo, 1987). Dalam pengertiannya struktur merupakan
rangkaian kesatuan yang meliputi tiga
ide dasar, yaitu ide kesatuan, ide transformasi, dan ide pengturan diri
sendiri.
- Pendekatan
ekspresi
Pendekatan
ekspresi yaitu kajian sastra yang menitik berakan pada penulis. Menurut Juhl,
berkaitan dengan pendekatan ekspresi bahwa keduduka penulis karya sastra
sabagai faktor yang menentukan dalam penafsiran karya sastra. Oleh karena itu
karya sastra tidak akan lahir bila tidak ada yang menciptakan, sehingga
pencipta karya sastra sangat penting kedudukannya (Junus, 1985).
Dalam
pendekatan ekspresi psikologi pengarang menjadi salah satu bahan kajian dalam
mengkaji sebuah karya sastra. Sebab dalam penciptaan sebuah karya sastra perlu
adanya dorongan-dorongan, pengalaman hidup, maupun pemikiran. Karena itu dalam
karya sastra, pembaca dapat mengetahui unsur-unsur psikologi yang sedang
dialami pengarang dalam tulisannya.
- Pendekatan Mimetik
Pendekatan mimetik adalah pendekatan
yang mengkaji karya sastra berkaitan dengan realitas atau kenyataan. Mimetik
dalam bahasa yunani disebut tiruan. Dalam pendekatan ini, karya sastra
merupakan hasil tiruan atau cermin dari kehidupan. Dalam menngkaji sebuah karya
sastra dengan menggunakan pendekatan mimetik, dibutuhkan data-data yang
berkaitan dengan realitas kehidupan yang ada dalam karya sastra tersebut.
Contohnya, sebuah cerita yang bersetting abad- 18 diperlukan data- data yang
berkaitan realitas kehidupan masyarakat pada masa tersebut.
Karena pendekatan mimetik
menghubungkan karya sastra dengan realitas, maka kemudian muncul anggapan bahwa
karya merupakan cerminan dari realitas, sehingga hakikat karya sastra yang
bersifat fiktif sering kali dilupakn. Hal ini sangat berbeda dengan makna karya
sastra yang merupakan hasil karangan fiktif pengarang.
- Pendekatan pragmatik
Pendekatan
pragmatik merupakan pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk
menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca, seperti tujuan pendidikan, moral
agama atau tujuan yang lainnya. Pendekatan pragmatik mengkaji karya sastra
berdasarkan fungsinya untuk memberikan tujuan-tujuan tertentu bagi pembacanya.
Semakin banyak nilai-nilai, ajaran-ajaran yang diberikan kepada pembaca maka
semakin baik karya sastra tersebut. Contohnya dalam novel Atheis dimana Hasan
ombang–ambingkan keimanannya. Hal tersebut dapat dikaji nilai kereligiusannya.
Dilihat secara
perkembangannya puisi dan prosa terkadang memiliki persamaan yang sangat mirip
secara bentuknya, oleh karena itu dalam perbedaannya juga terbagi menjadi dua
diantaranya:
1. Perbedaan prosa dan puisi baru
Dalam
membedakan antara puisi dan prosa tekadang masih banyak orang yang belum bisa
memahami. Memang sangat sulit membedakannya kalau hanya melihat secara bentuk .
misalnya seperti puisi Sapardi Djoko Damono dan cerpen Eddy D. Iskandar yang
berikut ini.
AIR
SELOKAN
“Air yang di selokan itu mengalir
dari rumah skit”, katamu pada suatu hari minggu pagi. Waktu itu kau
berjalan-jalan bersama istrimu yang sedang mengandung_ia hampir muntah karena
bau sengit itu.
Dulu di selokan itu menglir pula air
yangdigunakanmu waktu kau lahir: campur darah dan amis baunya.
Kabarnya tadi sore mereka sibuk
memandikan mayat di kamar mati.
+
Senja itu ketika dua orang anak
sedang berak di tepi selokan itu, salah seorang tiba-tiba berdiri dan menuding
sesuatu: “Hore, ada nyawa lagi terapun- apung di air itu_ alangkah indahnya!”
tapi kau tak mungkin lagi menyaksikan yang berkilau-kilauan hanyut dipermukaan
air yang anyir baunya itu, sayang sekali.
(Perahu
Keras, 1983)
Yang di bawah ini cerpen Eddy D. Iskandar.
NAH
Nah, karena suatu hal, maafkan Bapak
datang terlambat. Nah, mudah-mudahan kalian memaklumi akan kesibukan Bapak.
Nah, tentang pembangunan masjid ini yang dibiayai oleh kalian bersama, itu
sangat besar pahalanya. Nah, Tuhan pasti akan mendatangkan rahmat yang berlimpah
ruah. Nah, dengan berdirinya masjid ini, mereka yang melupakan Tuhan, semoga
cepat tobat. Nah, sekianlah sambutatan Bapak sebagai sesepuh.
(Nah, ternyata ucapan suka lain
dengan tindakan. Nah, ia sendiri ternyata suka uang kotor dan perempuan. Nah,
bukankah ia termasuk melupakan Tuhan? Nah, ketahuan kedoknya)
(Horison,
Th. XI 1976)
Supardi
Djoko Damono memaksudkan tulisannya itu sebagai puisi, sedangkan Eddy D.
Iskandar sebagagai cerita pendek atau prosa. Bila dilihat bentuk lahirnya, cara
penulisannya semuanya sama-sama berbentuk bebas.
Bahkan
karena bentuk lahir atau ciri dan kepenulisannya tidak dapat membedakan prosa
dan puisi, maka saat ini niat pengarang dan pembacalah yang menjadi ciri sastra
yang yang utama.
2.
Perbedaan
prosa dan puisi lama
Perbedaan pokok antara
puisi dan prosa.
1)
Kesatuan-kesatuan korespondensi prosa
yang pokok ialah kesatuan sintaksis; kesatuan korespondensi puisi bukan
kesatuan sintaksis akan tetapi kesatuan akustis.
2)
Di dalam puisi korespondensi dari corak
tertentu, yang terdiri dari kesatuan-kesatuan tertentu pula, meliputi seluruh
puisi dari semula sampai akhir. Kesatuan ini disebut baris sajak.
3)
Didalam baris sajak ada periodisitas
dari semula sampai akhir.
Korespondensi
adalah segala ulangan susunan baris sajak yang nampak di baris lain dengan
tujuan menambah kebagusan sajak (slametmuljana, 1956). Kebanyakan tiap baris
sajak terdiri dari bagian-bagian yang susunanya serupa. Bagian itu disebut periodus. Jadi, kumpulan jumlah periodus
itu merupakan baris sajak. Dengan kata lain, periodus itu adalah sistem,
sedangkan pereodisitas itu adalah sistem susunan bagian sajak (Slametmuljana,
1956).
Di
bawah ini dapat dilihat korespondensi
dan periodisitas dalam sajak Pujangga Baru, dengan contoh sajak Roestam Effendi
(1953).
BUKAN BETA BIJAK BERPERI
Bukan beta / bijak berperi,
pandai
menggubah / madahan syair;
Bukan
beta / budak negeri;
mesti
menurut / undangan mair.
Sarat saraf / saya mungkiri,
untaian
rangkaian / saloka lama;
Beta buang / beta singkiri,
sebab
laguku / menurut sukma.
Susah sungguh / saya sampaikan
dengan
degupan / di dalam kalbu.
Lemah laun / lagu dengungan
matnya
digamat / rasaian waktu.
Seriang saya / susah sesaat,
sebab
madahan / tidak nak datang.
Sering saya / sulit menekat,
Sebab
terkurung / lukisan menang.
Bukan
beta / bijak berlagu,
dapat
melemah / bingkaian pantun,
Bukan beta / berbuat baru,
hanya
mendengar / bisikan alun.
Korespondensi sajak di atas berupa pembaitan, tiap
bait terdiri dari empat baris dan tiap baris terdiri dari dua satuan sintaksis
(kelompok kata atau gatra) dari bait pertama sampai ke bait terahir.
Korespondensi dari awal bait, baris pertama sampai ke akhir bait, baris
terakhir. Susunannya serupa.
Periodisitas
sajak tersebut juga dari awal baris bait pertama sampai ke akhir baris bait
terahir; yaitu tiap baris terdiri dua periodus, tiap periodus terdiri dari dua
kata. Jadi, dalam sajak ini yang berkorespondensi adalah periodisitas dan juga
jumlah baris pada tiap baitnya berulang: 4-4.
- Analisis
Struktural Dan Semiotik
1.
Analisis Struktural
Pada bagian pendekatan
objektif sedikit disinggung mengenai analisis struktural yang mempunyai arti
karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara
unsur-unsur terjadi hubungan timbal balik, saling menentukan. Kesatuan unsur-unsur
dalam karya sastra bukan hanya kumpulan
kumpulan hal-hal atau benda-benda yang berdiri sendiri, melainkan hal-hal itu
saling berkaitan, terikat, dan saling bergantung.
Dalam pengertian
struktur ini (Piaget Via Hawkes, 1978) menyatakan terlihat adanya rangkaian
kesatuan yang meliputi tiga ide dasar, diantaranya ide kesatuan, ide
transformasi, dan ide pengaturan diri sendiri (self-regulation). (1) Struktur merupakan kesatuan yang bulat, yaitu
bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar struktur
itu. (2) Struktur itu berisi gagasan
transformasi dalam arti bahwa struktur itu tidak statis. Struktur itu mampu
melakukan prosedur transformasional, dalam baru bahan-bahan baru diproses
dengan prosedur dan melalui proses itu. (3) struktur itu mengatur diri sendiri,
dalam arti struktur itu tidak memerlukan pertolongan dari luar dirinya untuk
mengusahakan prosedur transformasinya. Misalnya dalam proses penyusunan kaliat:
saya memetik bunga, tidaklah
diperlukan keterangan dari dunia nyata, melainkan diproses atas dasar aturan di
dalamnya dan yang mencukupi dirinya sendiri. Bunga itu berfungsi sebagai objek dalam kalimat bukan menunjuk
bunga yang nyata ada di luar kalimat itu, maka bunga berfungsi sebagai
objek karena terletak di belakang kata
kerja. Jadi, setiap unsur itu mempunyai fungsi tertentu berdasarkan aturan
dalam struktur itu. Setip unsur mempunyai fungsi tetentu berdasarkan letaknya
dalam struktur itu.
Struktur kebahasaan
(struktur fisik) puisi disebut pula metode puisi. media pengucapan maksud yang
hendak disampaikan penyair adalah bahasa, maskipun sekarang sudah banyak
perkembangan puisi dan medianya tidak hanya menggunaka medium bahasa tulis
dengan huruf, tetapi bisa dengan angka, gambar, garis, dan lain sebaginya.
Tetapi dalam pembahasan ini akan membahas tentang puisi dengan medium bahasa
tulis dengan huruf. Oleh sebab itu pemahaman terhadap puisi juga
didasarkan atas makna tipografinya itu.
Berikut ini dikutip
puisi karya Hartoyo Andangjaya.
Perempuan-perempuan
Perkasa
Perempuan-perempuan
yang membawa bakul di pagi buta,
dari manakah mereka
Ke
setasiun kereta mereka datang dari bukit-bukit desa
sebelum
peluit kereta api terjaga
sebelum
hari pemula dalam pesta kerja.
Perempuan-perempuan
yang membawa bakul dalam kereta,
ke manakah mereka
Di
atas roda-roda baja mereka berkendara
Mereka
berlomba dengan surya menuju ke gerbang kota
merebut
hidup di pasar-psar kota.
Perempuan-
perempuan yang membawa bakul di pagi buta,
siapakah mereka
akar-akar
yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota
Mereka:
cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa.
Hartoyo Andangjaya, 1973
Dalam puisi diatas
dipilih kata-kata yang berisi sikap kagum penyair kepada perempuan-perempuan perkasa. Untuk menunjukkan rasa kagum itu, penyair tidak
cukup dengan penyebutan perempuan perkasa sebagai gambaran kongkrit pada
pembaca. ia menggunakan pengimajinasian berupa /perempuan-perempuan yang membawa bakul di langit buta/. Untuk
menunjukkan kendaraan bagi perempuan-perempuan itu secara kongkrit penyair
menciptakan pengimajinasian /di atas
roda-roda baja mereka berkendara/. Untuk memperkongkrit asal
perempuan-perempuan itu penyair mengimajnasikan dengan /akar yang melata dari tanah perbukitan/.
Tipografi puisi tersebut
adalah tipografi puisi konvensional, artinya tidak menyimpang dari tipografi
puisi pada umumnya. Baris-baris dimulai agak ke tengah hanyalah merupakan tanda
bahwa baris tersebut kelanjutan dari baris sebelumnya. Puisi tersebut terdiri
dari tiga bait. Tiap bait dikat dengan frase: /perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta...../. ikatan
itu membentuk ritma puisi. jawaban atas ikatan itu merupakan perkembangan
gagasan dalam tiga bait itu, yakni dari: /dari
manakah mereka/, /kemanakah mereka/, dan siapakah mereka/. Klimaks puisiini
terletak pada bait ke tiga karena bait ketiga menjawab siapakah perempuan-perempuan
perkasa itu, yakni pejang desa yang ulet yang memberi nafka pada keluarganya.
Bunyi-bunyi yang
digunakan dalam puisi tersebut begitu terpadu dan mendukung makna yang ingin
disampaikan.
Oleh : Dafikurrahman Mashor
Sumenep, 11 juli 1992
Tidak ada komentar:
Posting Komentar