Diglosia
Kematian sajakku di pagi ini
Saat musim hujan berganti musim kemarau
Di bawah telaga aku berdiri
Menapaki langit yang tak cerah lagi
Dan burung cicit mamangsa harimau
Karena sajak bukanlah matahari.
Tapi lihatlah nanti orang-orang itu akan berburu
mengejarku
Setelah purnama bintang membabtis diri menjadi aku
Mereka akan katakan matahari bukanlah bintang
Dan aku adalah saudaramu.
Lantas kematianku di musim itu
Seakan hidup kembali
Malang_ Minggu, 10: 17, 22 April 2012
*Diglosia : situasi berbahasa
Panorama
Pasar Minggu Kota Malang
+
Kita
Mesti Katakan Yang Sebenarnya Pada Tuhan
Bahwa
Aku Sedang Telanjang
Di bawah terik sinar matahari
Orang-orang bertelanjang itu bergerumun seperti
hantu
Sepertinya mereka baru bangkit dari kuburannya
Suaranya menggaung seperti serdadu taon.
Aku berdiri, mengintip dari celah bulu mata
Menapaki jalan bersama Askari
Dan ijajail mendorongku dari belakang
_ mari kita nikmati hari ini.
Lalu seorang laki-laki yang berdiri tegak bersama
mereka itu siapa?
Apakah mereka juga termasuk hantu?
Atau dia petualang yang ingin menghantukan diri?
Aku mendengar kabar
Semenjak kota ini sejuk. Sesejuk wajah kendedes
Dan tuhan-tuhan tak tercipta
Seperti hari ini.
Malang_ Minggu, 10:42, 22 April 2012
Ruang
Sajak
Kapan Tuhan akan menjemput dengan sajakku
Ketika permai padi telah menguning di ladang-ladang
Orang-orang mengantarkan senyum abstrak
Sepertinya mereka membunuhku dalam labirin
kekerdilan.
Malang_ Minggu, 11: 19, 22 April 2012
Bukan
Sajak Tuhan
Huruf-huruf yang kutulis tertiup angin buritan
Bergelantung di pohon kelapa.
Tupai berlompatan menapaki sunyi
Menunggu cengkir manis airnya.
Aku menunggu Tuhan dengan sajakku
Melompat seperti tupai
Terkadang pula sajakku kutunggukan pada Tuhan
Biarlah Tuhan yang menyatakan.
Dan sekarang ku melupakan Tuhan
Dengan satu alasan yang tak boleh engkau tahu
Karena hujan satu bulan yang lalu masih membekas di
bumiku.
Malang_ Minggu, 11:40, 22 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar